Puisi Padamu Jua : Makna dan Citraan Karya Amir Hamzah
PADAMU JUA
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang balik saya padamu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita ventilasi di malam gelap
Melambai pergi perlahan
Sabar, setia, selalu
Satu kasihku
Aku insan
Rindu rasa
Rindu rupa
Di mana kamu
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya istilah merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap menggunakan lepas
Nanar aku , gila sasar
Sayang berulang padamu juga
Engkau pelik menarik ingin
Serupa darah dibalik tirai
Kasihku sunyi
Menunggu seseorang diri
Lalu saat?Bukan giliranku
Mati hari?Bukan kawanku
Puisi Padamu Jua dimuat pada kumpulan puisi ?Nyanyi Sunyi? (terbit pertama 1941).
Citraan atau Imaji
Di dalam puisi padamu jua karya Amir Hamzah, terdapat bentuk citraan yg digunakan oleh penyair.
Baik citraan penglihatan, penglihatan, pendengar, peraba, & lain sebagainya.
Berikut ini penjelasan mengenai pencitraan yg dipakai dalam puisi padamu juga.
1. Citraan penglihatan
Citraan penglihatan disebut pula dengan Visual imagery.
Dengan citraan ini maka penyair seolah-olah menghadirkan sebuah pemandangan kepada pembacanya.
Dengan begitu pembaca seolah-olah mampu melihat secara pribadi apa yg disajikan pada syair atau puisi tersebut.
Berikut ini bait yang memakai citraan penglihatan atau visual imagery.
Contoh:
Nanar saya gila sasar
Sayang berulang padamu juga
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai
(Amir Hamzah, Padamu Jua)
dua. Citraan pendengaran
Citraan telinga disebut pula dengan imaji auditif. Kadang dianggap pula dengan audio imagery.
Ya itu citraan yg dihasilkan menggunakan menyebutkankan atau menguraikan bunyi, seperti kata:
Berisik
terdengar
nyanyian
Dentuman
gemericik
merdu
Kata-istilah tadi menggambarkan & menghasilkan sebuah imajeri audiotory.
Dalam puisi padamu jua masih ada jua citraan telinga atau imaji auditif. Yakni dalam bait berikut adalah.
Di mana kamu
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya istilah merangkai hati
pula masih ada dalam bait berikut ini.
Kasihku sunyi
Menunggu seseorang diri
Lalu saat?Bukan giliranku
Mati hari?Bukan kawanku
tiga. Citraan perabaan (tactile imagery)
Citraan perabaan merupakan citraan yg bisa dirasakan sang alat peraba (kulit)
Citraan ini didapatkan dengan menjelaskan istilah-kata yg dirasakan oleh indra peraba. Seperti:
Dingin
panas
sakit
gatal
Lembut
keras
robek
luka
Pedih
Pada puisi Amir Hamzah juga masih ada penggunaan citraan peraba atau tactile imagery. Yakni dalam bait ini dia.
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap menggunakan lepas
Pengarang Puisi Padamu Jua
Nama lengkapnya, Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera, lahir pada lingkungan bangsawan Kesultanan Langkat, Sumatera Timur, dalam 28 Februari 1911.
Meninggal pada Kuala Begumit dalam 20 Maret 1946 dalam umur 35 tahun pada sebuah revolusi sosial Sumatera Timur. Dimakamkan di pemakaman Mesjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat.
Amir Hamzah memiliki cerita cinta yang sangat berkesan. Tepatnya cinta yg tidak tersampaikan.
Tetapi cerita seseorang mengenai cintanya peralihan pada bentuk cinta pada Tuhan.
Pendekatan ketuhanan sangat terasa pada setiap puisi-puisinya. Sehingga mampu jadi gugusan puisi menurut Amir Hamzah adalah puisi religi.
Puisi-puisi Amir Hamzah dipengaruhi sang Bentuk puisi dari Jepang. Menggunakan rima yang begitu tegas dan sangat menyentuh.
Makna Puisi Padamu Jua Per Bait
Bait 1
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang balik saya padamu
Seperti dahulu
Makna bait pertama menceritakan bahwa segala bentuk cintanya telah hilang. Kecuali pada Cinta Pertama.
Hal ini dibuktikan menggunakan kata-kata /pergi kembali saya padamu/. Maknanya bahwa ia hanya menyayangi cinta pertamanya.
Bait 2
Kaulah kandil kemerlap
Pelita ventilasi di malam gelap
Melambai pergi perlahan
Sabar, setia, selalu
Pada bait ke 2, menyampaikan alasan kenapa cinta nya pulang pada yg awal.
Dikatakan bahwa dia pulang karena Sang kekasih ibarat beli tadi malam yg sangat gelap. Menerangi kehidupannya.
Selain itu sang kekasih jua selalu mengajaknya buat pulang, supaya beliau balik kepadanya.
Sang kekasih menunggunya menggunakan sangat sabar & setia.
Itulah alasan kenapa akhirnya sang penyair mengatakan cintanya pulang pulang.
Bait tiga
Satu kasihku
Aku insan
Rindu rasa
Rindu rupa
Pada bait ketiga, terungkap bahwa yg disebut kekasih adalah Tuhan.
Pendaki tadi penyair menaruh alasan kenapa dia sulit sekali menjalin cinta dengan Tuhan.
Jawabannya merupakan karena: ia adalah insan yg nir mampu melihat yang kuasa menggunakan mata kepalanya sendiri.
Bait 4
Di mana kamu
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya istilah merangkai hati
Pada bait keempat memperkenal perasaan yang dialami sang penyair. Iya rindu pada Tuhannya. Akan namun di manakah bisa menemukan Tuhan. Sedangkan dia tidak mampu melihat rupanya, nir mampu mendengarkan suaranya.
Bait lima
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap menggunakan lepas
Pada bait kelima menceritakan mengenai sifat dari kekasihnya yakni Tuhan. Kekasihnya sangat cemburu, maksudnya jangan hingga manusia menyembah selain diri-Nya.
Engkau ganas, merupakan Tuhan memiliki kekuatan buat mengazab hamba-Nya yg tidak taat.
Selain itu pada baris berikutnya diceritakan Bagaimana Tuhan memberi ujian kepada manusia.
Bait lima
Nanar aku , gila sasar
Sayang berulang padamu juga
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai
Antara sifat Si penyair & juga keinginan berdasarkan Tuhan, Membuat penyair kesulitan. Diungkapkan menggunakan kata-kata / nanak saya, gila sasar/.
Maksudnya si penyair kebingungan apa yang harus diperbuat olehnya. Dalam keadaan demikian hatinya tetap terpaut kepada Tuhan. Karena Tuhan memiliki sesuatu yang membuatnya terus menerus ingin mengetahui lebih dalam.
Bait 6
Kasihku sunyi
Menunggu seseorang diri
Lalu saat?Bukan giliranku
Mati hari?Bukan kawanku
Akhirnya oleh penyair mencicipi bahwa ia Di dalam kesunyian. Menunggu pertemuan menggunakan kekasihnya pada keadaan rindu sekaligus tidak memahami yg sebenarnya.